JEJAK PERJUANGAN SANTRI DI MOJOKERTO

Tag

, ,

IMG-20160116-WA0007

Foto : Kapten Ky. H. Moenasir Ali

Pengabdian santri pada republik ini baru saja mendapatkan pengakuan dengan penetapan tanggal 22 Oktober sebagai hari santri. Gelora pengabdian dan perjuangan santri membela Kemerdekaan dielaborasi dalam Resolusi Jihad yang dikeluarkan di Surabaya. Gelora semangat jihad itu juga melanda Mojokerto.

Pada saat meletusnya pertempuran Nopember di Surabaya, semua pesantren berubah fungsi menjadi markas perjuangan. Pelatihan singkat dan pembekalan ruhani dilakukan pada para santri yang akan dikirim ke garis depan Surabaya. Tak pelak, pesantren kemudian menjadi titik kumpul para santri yang berniat jihad menyambut seruan Holf Bestuur NU tanggal 22 Oktober 1945 itu.

Di Mojokerto, pengiriman santri yang akan pergi ke Surabaya dikoordinir oleh Barisan Hizbullah Mojokerto. Ditunjuk sebagai panitia pengiriman santri itu diketuai oleh Moenasir. Pengiriman itu menggunakan kendaraan bermotor yang disediakan oleh Barisan Oesong2 Surabaya. Kendaraan itu kebanyakan rampasan dari tentara Jepang. Setiap pemberangkatan truk yang disediakan tidak pernah mencukupi karena banyaknya peminat jihad. Oleh karena itu, Moenasir harus menyeleksi para peminat dengan ukuran utama usia dan kesehatan fisiknya. Banyak pemuda yang menangis karena tidak bisa ikut berjuang di medan pertempuran.

Ada kisah seorang pemuda desa Padangasri Jatirejo, saya lupa namanya, ngambek karena ditolak berangakat ke Surabaya. Dalam pengakuannya, Dia sempat ikut pelatihan singkat di pesantren Kedungkopek yang diasuh Kyai Muhaimin. Saat pemberangkatan, dia ikut bareng kawan santri lainnya. Saat akan naik ke truk, tiba2 diminta turun oleh panitia pemberangkatan. Dia tidak dioerbolehkan ikut berjuang di Surabaya karena usianya belum mencukupi dan fisiknya juga kecil pendek. Larangan itu membuatnya kesal dan pada akhirnya dia ngambek balik pulang ke Padangasri.

Setelah Surabaya tidak bisa dipertahankan lagi, Mojokerto menjadi pusat perjuangan. Di kota kecil ini pertahanan republik diatur oleh Dewan Pertahanan Daerah Surabaya atau DPDS yang dipimpin oleh Soedirman, Residen Surabaya. Pada saat itu Barisan Hizbullah Mojokerto menempati bangunan yang cukup strategis di utara alun2 bersebelahan dengan markas DPDS. Bangunan yang ditempati Hizbullah itu sekarang digunakan untuk Markas Kodim Mojokerto. Hizbullah menggunakannya hingga mundur dari Mojokerto tanggal 15 Maret 1947 saat Belanda menyerbu Mojokerto.

Selain itu, ada juga dibentuk Barisan Kyai Djawa Timur oleh Kyai Wahid Hasyim. Barisan yang beranggotakan para ulama itu dipimpin oleh Kyai Bisri (Samsyuri) Jombang. Tugas barisan kyai adalah memberikan arahan pada santri yang ingin ikut bertempur. Selain itu, barisan kyai juga bertugas mencarikan bantuan material dengan cara mengumpulkan sumbangan dari aghniya di seluruh jawa timur. Untuk menjaga keselamatan para kyai selama ada di Mojokerto maka dibentuklah satuan pengamanan yang dipimpin oleh Akhyat Chalimy, ketua GP Ansor Mojokerto.

Itulah sekilas kiprah santri Mojokerto menyambut seruan jihad pada awal kemerdekaan. Sesungguhnya Ada banyak tempat di Mojokerto yang terkait dengan perjuangan santri ini yang patut untuk diberi tetenger agar generasi nanti bisa mengetahuinya.

PENGATURAN AIR KALI BRANTAS

Tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban Indonesia, khususnya Jawa Timur dibangun pada sepanjang Kali Brantas. Rekayasa Kali Brantas pertama kali dilakukan oleh Raja Airlangga untuk meningkatkan hasil produksi pertanian kerajaan Medang. Selain itu juga untuk mengurangi bencana yang diakibatkan besarnya debit air Brantas. Pembangunan beberapa bendungan oleh Airlangga itu dituangkan dalam prasasti Wringin Sapta.

Kerajaan Majapahit juga dibangun di tepi Kali Brantas, disebutkan awal perkampungan dibangun di daerah Trik. Dalam perkembangannya pusat pemerintahan dipindah ke daerah Antarwulan atau Trangwulan yang sekarang kita sebut Trowulan. Meskipun telah pindah ke daerah pedalaman, Majapahit tetap menjadi Brantas sebagai pintu masuk. Sebuah pelabuhan dagang dan militer dibangun di Canggu. Selain itu pintu lainnya juga dibuat pada pelabuhan Terung.

Pada masa kolonial Belanda, bencana banjir kerap kali melanda Surabaya. Kota pusat pemerintahan propinsi Oosthoek itu harus dilindungi. Jalan satu-satu-satunya adalah mengendalikan air kali Brantas.

Perencanaan segera dilakukan dan untuk urusan ini para ahli bangunan air Belanda adalah jagonya. Pemerintah Hindia Belanda kemudian membentuk dinas baru yang dinamakan Dinas Irigasi Afdeling Brantas yang berpusat di Mojokerto. Kantor Dinas itu sekarang masih ada dan digunakan oleh Dinas Pengairan Kabupaten Mojokerto.

Rekayasa kali Brantas yang dipusatkan di Mojokerto ada beberapa bangunan yang berbentuk kanal atau saluran pembuangan dan bendungan atau sluis. Kanal dibangun untuk membuang atau mengurangi debit air sedangkan bendungan digunakan membagi serta menampung air.

Di desa Kedungsari Kemlagi, sebuah kanal dibuat dengan cara membedah atau sudetan dari Brantas ke Kali Marmoyo. Kanal itu masih berfungsi sampai sekitar tahun 1970-an. Bendungan di dusun Sidowangun sempat jebol dan menggenangi desa di sekitarnya. Oleh karena itu kanal yang dinamakan Kedungsoro kemudian ditutup untuk selamanya.

Dam dibuat di dua tempat, yaitu Mlirip untuk mengatur Kali Mas menuju Surabya dan Lengkong untuk kali porong. Yang paling terkenal adalah pembangunan Lengkong Sluis yang selama pembangunannya sempat membuat daerah Sidoarjo kekeringan dan gagal panen.

Lengkongsluis hampir selesai dibangun pada tahun 1924. Pada bulan Maret pembangunannya dikebut untuk menghindari musim hujan atau Oostmoesson. Jika pembangunannya sampai musim penghujan tentu akibatnya fatal. Pondasi bangunan itu dibuat dengan kedalaman sekitar10 meter. Pada kedalaman itu resiko dinding jebol sangat besar akibat dari kuatnya tekanan air yang dihasilkan dari turbulensi arus bawah.

Pekerjaan siang malam dilakukan dengan pekerja yang dikerahkan oleh pejabat pribumi. Bupati Mojokerto, Adipati Kromojoyo atau R. Arsedan ditunjuk sebagai pimpinan proyek agar bisa mengerahkan tenaga rakyat. Pekerjaan teknis diawasi oleh beberapa insinyur ahli bangunan air yang didatangkan dari Belanda.

Untuk menanggung beban biaya, pemerintah membebankan sebagian dananya pada pengusaha gula, terutama yang ada di sidoarjo. Sindikat pabrik gula sudah bersedia menanggung sebagian biaya dengan mengkonversikannya dengan luas lahan yang mereka gunakan. Ditetapkan biaya yang harus dibayar adalah 1.25 gulden per bauw.

Pembangunan diharapkan bisa selesai pada tanggal 15 oktober tahun 2024. Jika mengalami keterlambatan tidak boleh melewati batas waktu dua minggu atau tanggal 29 oktober.

Foto Joehan Nafiq.
Foto Joehan Nafiq.
  • Tulis komentar…

Hizbullah Mojokerto

joehanSeiring dengan intruksi Masyumi agar tiap-tiap daerah mengirim calon anggota Hizbullah guna mengikuti pelatihan militer di Cibarusa. Demikian pula halnya dengan Masyumi Mojokerto, para pengurusnya segera menggelar rapat untuk menentukan mereka yang akan dikirim ke pelatihan tersebut. Para aktivis Masyumi segera merespon instruksi tersebut dan melakukan pertemuat untuk merepatkannya.
Dalam rapat di rumah Achyat Chalimy dengan dipimpin oleh Syuaib Said diambil keputusan untuk mengirim 3 orang peserta mewakili Mojokerto Syu/Kabupaten. Mereka adalah Achmad Qosim alias Mat Yatim, Mulyadi dan Achmad Suhud. Dua orang pertama merupakan yatim piatu dari Panti Asuhan Muhammadiyah. Sesungguhnya banyak pemuda yang berkeinginan untuk dikirim ke Cibarusa, seperti Mansyur Sholihi. Dia berangkat dari rumah istrinya di Krikilan Driyorejo mengikuti rapat tersebut dengan harapan bisa jadi bagian pemuda yang mendapat giliran pertama. Tetapi rapat memutuskan mengirim 3 orang duta, dimana 2 diantaranya adalah pemuda penghuni panti asuhan. Baca lebih lanjut

IBADAH HAJI dan PEMBENTUKAN NASIONALISME INDONESIA

Ternyata bagi orang Indonesia pada masa penjajahan ibadah haji bukan sekedar menunaikan kewajiban rukun Islam semata. Pertemuan antar bangsa dan khususnya antar suku di nusantara telah menumbuhkan kesadaran nasionalisme. Pertemuan di satu tempat, Mekkah, memberi peluang untuk menjalin informasi tentang kondisi masyarakat yang sedang mengalami penderitaan akibat penjajahan Belanda.

RE Olson dalam buku “Idea Of Indonesia” menyatakan bahwa, ibadah haji memberi kontribusi penting bagi terbentuknya koloni masyarakat Indonesia di Mekkah yang disebut “masyarakat jawi”. Yaitu sekumpulan masyarakat yang terdiri dari orang-orang kepulauan Hindia Timur dan Malaya. Di Mekkah, jama’ah haji merasakan menjadi bagian dari masyarakat Islam dunia dalam perwujudannya paling dramatis dan kuat secara spiritual dan intelektual. Dan saat mereka pula dengan membawa kesan mendalam terhadap dunia yang belum dikenal sebelumnya. Pada waktu yang sama tumbuh rasa identitas diri yang kuat dan tajam.

Baca lebih lanjut

MBAH RADEN WASENGSARI, PENGHULU GUNUNG KENDENG

joehanPada masa lalu, daerah Mojokerto yang terletak di utara sungai Brantas masuk menjadi bagian dari kekuasaan Kadipaten Surabaya. Wilayah yang kita kenal sebagai Mojokasri bersama Wringinanom Gresik disebut sebagai Kawedanan Gunung kendeng. Pusat kedudukan Gunungkendeng ada di daerah yang sekarang dinamakan Desa Gedeg Mojokerto.

Jika menyusuri desa gedeg di belakang kantor kecamatan Gedeg, kita akan merasakan aura sebuah pemukiman kuno. Salah satu tempat adalah di sekitar Masjid Gedeg yang di belakangnya terdapat komplek kuburan tua. Tidak jauh dari pintu masuk makam akan kita temukan tugu dengan tulisan aksara jawa. Walaupun makam-makam disitu tidak terwat dengan baik, namun dapat kita pastikan bahwa yang dimakamkan disitu bukan orang biasa.

Baca lebih lanjut

Peristiwa Lalu di Brangkal

Tag

, ,

joehanBrangkal adalah Salah satu tempat yang punya peran penting dalam sejarah Mojokerto. Paling tidak demikian menurut pendapat pribadiku. Beberapa peristiwa penting pernah ada di daerah tersebut yang sebagiannya tercatat dalam buku sejarah perjalanan bangsa ini. Semuanya terkait erat dengan adanya Pabrik Gula (Suiker Fabriek/SF) yang ada dinamakan SF Brangkal Baca lebih lanjut

STAD GEMEENTE MODJOKERTO HANYA UNTUK ORANG ASING : Praktek Diskriminasi Kolonial

joehanPembentukan pemerintah kota atau Stad Gemeente pada jaman Kolonial Belanda tidak diperuntukkan bagi orang pribumi atau inlander. Pemerintah Kota hanya mengurusi kebutuhan orang asing, yaitu orang eropa, dan timur asing (China, arab dan India). Mojokerto pada tahun 1930, dari hasil sensus penduduk diketahui bahwa jumlah non pribumi lebih dari 10 persen. Alasan jumlah orang asing itulah yang mendasari pembentukan Stad Gemeente bagi Mojokerto. Baca lebih lanjut